Sunday, May 22, 2011

Surat dari Emha Ainun Nadjib

An Indonesian police officer stands guard as a truck full of Acehneses pass during a rally in Sigli, north province of Aceh Thursday, Nov.4, 1999. Calling for independence, more than 200,000 people rallied to demand a referendum on whether troubled Aceh province will remain part of Indonesia or break free.(AP Photo/Dita Alangkara/Thursday 4 November 1999)



Sejumlah tokoh nasional dan lokal, sejak kemarin hingga tadi malam
mengirim tanggapannya tentang pelaksanaan SU-MPR di Banda Aceh,
kemarin. Di antaranya, dari seorang kiai muda, Emha Ainun Nadjib.
Setelah dikonfirmasi ulang, Emha mengaku khusus mengirim surat itu
kepada Serambi untuk masyarakat Aceh. Berikut salinan lengkap surat
tersebut.

Assalamu'alaikum Wr.Wb
Kepada Yth. Saudara-saudaraku Rakyat Aceh yang dibimbing Allah SWT.
Sungguh bahagia menyaksikan dua juta saudara-saudaraku berkumpul di
Banda Aceh siang tadi (kemarin-red) untuk bergolak menentukan hari
depan. Jutaan saudara-saudaraku rakyat Aceh berkumpul untuk menunjukan
kedaulatan mereka dan ketidakpercayaan kepada Pemerintah Pusat
Republik Indonesia yang menganiaya mereka terlalu lama.
Saya mohon diperkenankan untuk bertanya:
* Apakah itu berarti saudara-saudaraku rakyat Aceh juga tidak percaya
kepada kami-kami rakyat di berbagai wilayah lain di Nusantara, yang
juga dianiaya, yang juga harus membayar penganiayaan itu dengan
kematian, kemiskinan dan ketidaktentraman, meskipun jumlah korban dan
penderitaan kami sama sekali tidak sebanding dengan derita-derita
saudara-saudaraku rakyat Aceh.
* Apakah saudara-saudaraku rakyat Aceh juga akan menghukum kami yang
sama-sama menderita sebagaimana saudara-saudaraku rakyat Aceh
menghukum Pemerintah Republik Indonesia?
* Apakah gerakan saudara-saudaraku rakyat Aceh ini adalah gerbang
perpisahan diantara kita sesama rakyat yang sama-sama menderita,
sama-sama ditipu harapan demi harapan, dan lebih dari itu sama-sama
saling mencintai satu sama lain?
Melalui siaran televisi siang tadi juga saya mendengar seorang tokoh
masyakat Aceh mengemukakan bahwa 99,9% rakyat Aceh menghendaki
kemerdekaan, karena dianiaya yang terlalu lama.
Juga saya mohon bertanya:
* Jika memang benar demikian, untuk apa saudara-saudaraku rakyat Aceh
masih merasa perlu melakukan unjukrasa, kemudian merasa perlu
menyelenggarakan referendum, apalagi referendum itu dimintakan kepada
Pemerintah Pusat Republik Indonesia?
* Jika memang benar demikian, kenapa tidak langsung saja
memproklamasikan Negara Islam Aceh, menyusun Pemerintahannya,
memanggil semua warga Aceh di wilayah RI untuk kembali ke kampung
halaman, baru kemudian bernegosiasi dengan Pemerintah Republik
Indonesia?
* Kenapa untuk bersikap merdeka kita perlu berurusan dengan pihak
lain? Kenapa tidak langsung saja merdeka dan kalau ada yang
menghalangi baru kita pertahankan kemerdekaan kita.
Yang membuat saya kurang mantap adalah dipakainya jargon 'demokrasi',
hak asasi manusia dll dalam perjuangan rakyat Aceh. Seandainya saya
warga Aceh, saya usulkan penggunaan wacana Islam: Aceh Mengakhiri
Kedhaliman' Aceh berhijrah Minadl-dlulumati ilan- Nur'- yang
subtansinya toh sama. Saya memilih idiomatik Islam untuk menunjukan
kepada dunia bahwa kalau saya membebaskan diri dari Indonesia, itu
tidak berarti saya boleh dicaplok oleh Amerika Serikat, diliciki PBB
dan direnten oleh IMF.
Wassalamu'alaikum WR.WB. Hormat saya :
Muhammad Ainun Nadjib, Padang Bulan, Menturo Sumubito, Jombang
0816-4250033,0816-1975511,0816-453266

Sumber:Serambi-Banda Aceh

homestay

homestay