Kota Banda Aceh sepanjang hari kemarin praktis dikuasai peserta Sidang
Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR). Seluruh aktivitas di luar
kegiatan itu terhenti total. Malah untuk mencari nasi bungkus pun
sulit, karena tak ada warung atau rumah makan yang membuka usahanya.
Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Aceh, sepanjang hari kemarin
benar-benar lumpuh. Seluruh pertokoan dan usaha dagang di pusat kota,
termasuk wilayah pinggiran hingga ke kawasan Aceh Besar tak ada yang
buka.
Yang terhenti bukan hanya kegiatan bisnis. Aktivitas kantor
pemerintah/swasta, sekolah, usaha angkutan, dan beberapa sektor jasa
lainnya terlihat tutup. Satu-satunya kesibukan hanya terlihat di rumah
sakit, seperti UGD RSU Zainoel Abidin.
Di Pasar Aceh dan Peunayong, pemilik toko yang biasanya membuka usaha
dagang terlihat duduk-duduk di depan tempat usahanya. Sesekali
mereka -- umumnya WNI turunan -- tampak membagi-bagikan air mineral
untuk peserta SU-MPR yang lalu-lalang di depan tokonya.
Terminal labi-labi Jalan Diponegoro, hingga sore kemarin terlihat
kosong. Sedangkan ketika SU-MPR itu berlangsung, ruas Jalan Diponegoro
tersebut dijejali ribuan warga. Begitu pun terminal bus Setuy, dan
terminal bus Beurawe, tak ada aktivitas apa pun.
Pelayanan jasa lainnya yang tutup total adalah warung teleko- munikasi
(wartel). Beberapa peserta SU-MPR yang bermaksud mengguna- kan
fasilitas telepon interlokal di wartel, ternyata tak menemukan satu
pun tempat usaha itu yang beroperasi.
Pasar Sayur bertingkat di pusat kota Banda Aceh, tampak bagai lapangan
bola. Kalau pada hari-hari biasanya aktivitas di pasar bertingkat itu
super sibuk, sepanjang hari kemarin lengang. Kondisi serupa juga
terlihat di Pasar Sayur Peunayong, Pasar Ikan, Pasar Daging, serta
Pasar Kampung Baru.
Meskipun seluruh aktivitas perdagangan terhenti, namun tak ada
indikasi kepanikan di kalangan masyarakat. Karena sejak dua hari
sebelum SU-MPR itu digelar, masyarakat sudah mengantisipasi dengan
membeli stok untuk kebutuhan satu hari. "Tak ada masalah, walau pun
hari ini tidak bisa belanja," kata seorang ibu rumah tangga di kawasan
Kampung Baru.
Sekolah Tutup
Proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan mulai TK sampai
perguruan tinggi di Kotamadya Banda Aceh, termasuk Aceh Besar, Senin
kemarin -- meski tidak diliburkan secara resmi --tapi tutup total.
"Tak ada siswa yang datang ke sekolah," kata seorang guru SLTP Negeri
1 Banda Aceh.
Di komplek kampus Unsyiah, sepanjang hari kemarin hanya terlihat
akstivitas mahasiswa di luar kampus, terutama mahasiswa yang menjadi
peserta atau panitia SU-MPR. Kegiatan kuliah, sebagaimana pantauan
Serambi ke sejumlah fakultas tidak berjalan sama sekali. Selain tak
ada mahasiswa yang masuk, dosen pun tidak terlihat.
Tidak berlangsungnya aktivitas belajar-mengajar di lembaga pendidikan
kemarin merupakan inisiatif dari masing-masing peserta didik. Karena
sebagaimana pengamatan Serambi, para orangtua murid terkesan was-was
melepaskan anak-anaknya ke sekolah.
Sumbangan Nasi
Dampak tidak bukanya warung nasi sepanjang hari kemarin menimbulkan
masalah bagi masyarakat yang menghadiri perhelatan SU-MPR, terutama
untuk makan siang. Namun kendala ini sedikit terbantu dengan
partisipasi warga kota, terutama kalangan ibu-ibu yang mengantar nasi
bungkus atau bu kulah untuk masyarakat yang menghadiri kegiatan
kolosal tersebut.
Keikutsertaan kaum ibu terlihat ketika menjelang waktu makan siang
kemarin. Hampir dari setiap rumah ada yang menjinjing nasi bungkus
untuk peserta sidang.
Jumlah makanan itu, menurut Koordinator Presidium Pusat SIRA, Muhammad
Nazar SAg yang dihubungi Serambi tadi malam, tidak dihitung secara
rinci. Namun, jumlahnya secara umum bisa ditaksir.
Sebab, katanya, Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) telah meminta
bantuan kepada warga Kota Banda Aceh agar menyediakan bantuan seperti
itu untuk para tamu. Bantuan sukarela ini, ternyata direalisir
sebagian besar warga di setiap kelurahan di kota maupun desa-desa di
Banda Aceh, termasuk Aceh Besar.
Rata-rata, katanya, setiap kepala keluarga (KK) membantu sebanyak lima
bungkus nasi plus makanan ringan. Setiap bungkusnya sudah dicampur
dengan lauk-pauk dengan porsi bervariasi.
Makanan itu, katanya, diserahkan dengan cara yang berbeda. Ada yang
langsung mengantarkan ke tempat-tempat penampungan para tamu, dan ada
pula yang dijemput dari rumah ke rumah.
Sementara itu, sejumlah karyawan Pasar Swalayan di Banda Aceh
mengungkapkan, pihak pengelola terpaksa menutup kegiatannya karena
kuatir terhadap hal-hal yang tidak diharapkan.
Di perbankan, hingga siang kemarin tak ada kegiatan kliring maupun
transaksi dana untuk masyarakat umum. Operasional bank tutup akibat
macetnya tranportasi kota.
"Tutupnya bank, karena sejak pukul 06.00 jalan di kota sudah macet,
akibat dipenuhi masyarakat yang akan menghadiri pelaksanaan SU- MPR,"
ujar Kabid Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia Banda Aceh,
Abdul Wahab Sjachroni SE kepada Serambi kemarin.
Hal senada juga diungkapkan petugas penjaga BII dan BCA. Mereka
menjelaskan, banknya ditutup, di samping faktor pelaksaan sidang umum
tersebut, juga karena banyak karyawan yang tidak hadir, akibat
macetnya transportasi.(asi/y/mis/ed/her/n)Serambi Indonesia